Rabu, 23 November 2016

Tradisi Unik pengantin

Tradisi Unik pengantin

Tradisi Unik pengantin - Indonesia sangat kaya akan budaya dan adat istiadat. Tak terkecuali tentang upacara pernikahan tradisional yang masih dijalankan hingga saat ini. Acaranya begitu kental akan tradisi sehingga tidak heran kalau pernikahan menjadi momen cukup sakral.
Ada beberapa Tradisi Unik pengantin yang harus kamu tau karena setiap adat pasti berbeda - beda, selamat membaca :

Tradisi pernikahan adat Yogyakarta
 
Kesibukan sudah mulai terasa menjelang pernikahan. Mulai dari acara lamaran disertai dengan pengiriman oleh-oleh dari pengantin pria yang diberi nama Jodang. Isinya berupa rengginang, wajik, jadah, dan sebagainya. Ada juga tradisi Peningsetan atau penyerahan sesuatu dari orang tua pria pada calon mempelai wanita. Setelah selesai, dilanjutkan dengan upacara tarub dengan memasang hiasan janur kuning, Siraman bagi mempelai wanita, Midodareni yang dilaksanakan pukul 18.00 – 24.00 menjelang pernikahan. Konon katanya, mempelai wanita tidak boleh tidur semalam suntuk.

Tradisi pernikahan adat Sunda

Tradisi upacara penikahan adat Sunda kini lebih sederhana. Biasanya meliputi acara pengajian, Siraman, Sungkeman, Nincak Endog (menginjak telur), Meupeuskeun Kendi(memecahkan kendi), Sawer dan Ngaleupskeun Kanjut Kunang (melepaskan pundi-pundi berisi uang). Runtutan prosesi ini memang terkesan rumit, tapi setelah dijalankan satu per satu acaranya jadi begitu meriah. Partisipasi keluarga besar sangat penting hingga pelaksanaan Ijab Qabul. Acara yang lebih menghangatkan dalam adat Sunda adalah Huap Lingklung dan Huap Deudeuh atau kasih sayang. Dalam acara ini, masing-masing orang tua akan menyuapi anak-anak mereka untuk yang terakhir kali sebagai wujud kasih sayang.

Tradisi pernikahan adat Batak

Dalam adat Batak, pernikahan adalah bentuk pengorbanan bagi Parboru atau pengantin wanita karena ia harus berkorban untuk memberi satu nyawa yang masih hidup kepada pihak Paranak atau pengantin pria. Karena itulah kenapa pihak pria harus benar-benar menghargai bentuk pengorbanan satu nyawa tersebut. Bentuk persembahan ini biasanya dilakukan dengan menyembelih sapi atau kerbau untuk kemudian disantap dalam bentuk makanan adat dalam Ulaon Unjuk. Acaranya sangat meriah dan semua keluarga saling bantu untuk menyukseskan tradisi pernikahan sang mempelai.

Tradisi pernikahan adat Betawi

Dalam adat pernikahan adat Betawi, prosesinya dimulai dengan keberadaan Mak Comblang, Lamaran, Pingitan, dan Siraman. Ada juga prosesi Potong Cantung atau Mengerik Bulu Kaling dengan memakai uang logam yang diapit kemudian digunting. Mempelai wanita pun melalui proses Malam Pacar dengan menghias kuku tangan dan kaki dengan pacar. Pada hari berikutnya, dilaksanakan akad nikah dimana mempelai wanita memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung songket. Sedangkan sang mempelai pria akan mengenakan jas Rebet dengan kain sarung plakat, jas, hem, kopiah, serta baju gamis, yaitu jubah Arab saat resepsi dimulai.

Tradisi pernikahan adat Minangkabau

Nilai budaya dan adat begitu kental terasa dalam pernikahan ala Minangkabau. Prosesinya diawali dengan acara Maresek atau proses pra-nikah yang ada di Minangkabau. Pertama-taman, keluarga calon mempelai pria akan datang melamar sang wanita, lalu dibuat kesepakatan bersama. Acara ini juga sering disebut dengan Lamaran. Semua anggota keluarga, terutama dari pihak mempelai wanita ikut terlibat untuk mempersiapkan upacara pernikahan. Saat momen pernikahan, mempelai pria dan wanita akan mengenakan pakaian adat yang sangat menawan dengan warna-warna begitu cantik.

Tradisi pernikahan adat Bali

Upacara pernikahan adat Bali juga cukup berwarna. Hampir semua prosesi dan tahapan pernikahan dilakukan di rumah mempelai pria. Prosesinya dimulai dengan upacara Ngekeb,yaitu mempersiapkan calon mempelai wanita untuk menjadi seorang istri dan ibu. Ia juga harus tinggal di kamar sampai penjemputan. Selanjutnya diteruskan dengan acaraMungkah Lawang (buka pintu) dengan mengetuk pintu kamar pengantin wanita, Upacara Mesegehagung atau upacara selamat datang bagi mempelai wanita di rumah mempelai pria yang diantar dengan tandu. Setelah itu, pernikahan adat Bali dilanjutkan denganMadengen-dengen yang bertujuan untuk mensucikan kedua pegantin. Penyempurnaan pernikahan adat Bali dinamai dengan Mewidhi Widana yang dipimpim oleh Ida Perandaatau Sulingguh.

Terimakasih sudah menyepatkan waktu anda untuk membaca artikel tentang Tradisi Unik pengantin, baca juga artikel lain yang mengenai tradisi unik yang ada di Indonesia, kami juga menyediakan Jasa Rias Pengantin Taluk Kuantan, kami adalah riasan pengantin yang sangat terpercaya di daerah Taluk Kuantan.

Jumat, 30 September 2016

Tradisi Atraksi Bambu Gila di Maluku

Tradisi Atraksi Kesenian Bambu Gila di Maluku - Kesenian satu ini merupakan salah satu kesenian tradisional dari Maluku yang sangat kental akan nuansa mistis. Namanya adalah Kesenian Bambu Gila.

Apakah Kesenian Bambu Gila itu?

Bambu Gila adalah salah satu kesenian tradisional yang berasal dari daerah Maluku. Selain kaya akan nilai seni, kesenian satu ini sangat kental akan kesan mistis dengan menggunakan bambu sebagai medianya. Bambu Gila ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang cukup terkenal di daerah Maluku dan sering ditampilkan di berbagai acara baik adat, hiburan, maupun acara budaya.

Sejarah Kesenian Bambu Gila

Kesenian Bambu Gila ini berasal dari tradisi lama masyarakat Maluku. Menurut sejarahnya, kesenian ini sudah ada sebelum masuknya agama Islam dan Kristen di daerah Maluku. Pada saat itu masyarakat Maluku masih mengenal Animisme dan Dinamisme dalam kehidupan spiritual mereka. Sehingga mereka masih akrab dengan berbagai ritual untuk para leluhur dan mempercayai adanya roh gaib. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga sekarang adalah Kesenian Bambu Gila ini.

Konon Bambu Gila ini dulunya tidak hanya dilakukan sebagai atraksi atau hiburan, Bambu Gila juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di sana. Terutama pada pekerjaan yang terkesan berat seperti memindahkan kapal, menarik kapal, bahkan untuk melawan para musuh saat perang. Namun seiring dengan masuknya agama Islam dan Kristen di Maluku, tradisi tersebut lebih difungsikan sebagai atraksi seni atau hiburan rakyat dan dipertahankan hingga sekarang.

Fungsi Dan Makna Kesenian Bambu Gila

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dulunya Kesenian Bambu Gila ini difungsikan sebagai bagian dari kehidupan spiritual masyarakat Maluku. Namun, Kesenian Bambu Gila ini sekarang lebih difungsikan sebagai atraksi seni atau hiburan bagi masyarakat Maluku. Selain itu Bambu Gila ini juga dimaknai sebagai apresiasi serta upaya melestarikan warisan budaya mereka.

Pertunjukan Kesenian Bambu Gila

Kesenian Bambu Gila ini biasanya dibawakan oleh para laki-laki yang terdiri 7 orang dan 1 orang bertindak sebagai pawang. Pawang ini nantinya akan bertugas membacakan mantra, memasukan roh ke dalam bambu, dan menjinakkannya. Bambu yang digunakan dalam kesenian ini tentu bukan bambu sembarangan dan harus memiliki karakteristik khusus.

Dalam pertunjukan Bambu Gila biasanya diawali dengan ritual seperti membakar kemenyan dan membacakan mantra oleh pawang. Kemudian asap dari kemenyan tersebut dihembuskan pada bilah bambu yang dibawa oleh para pemain. Proses ini dilakukan untuk mengundang roh gaib untuk masuk dan menggerakan bambu.

Setelah proses ritual selesai maka bambu akan terasa semakin berat dan mulai bergerak dengan sendirinya. Para pemain kemudian harus memeluk dan menahan bambu tersebut. Sang pawang kemudian mengendalikan bambu melalui asap kemenyan yang dibawanya. Sedangkan para pemain harus berusaha menahannya agar tidak lepas, sehingga tak jarang salah satu pemain terjatuh atau terseret laju bambu tersebut.

Selain itu semakin cepat irama musik pengiring juga membuat bambu semakin liar dalam bergerak. Sehingga para pemain harus berusaha mempertahankan kekuatannya. Hal ini lah yang membuat Kesenian Bambu Gila menarik dan meriah. Setelah acara memasuki akhir acara maka sang pawang kemudian menghentikan bambu tersebut dan menjinakannya.

Pengiring Kesenian Bambu Gila

Dalam pertunjukan Bambu Gila ini biasanya diiringi oleh musik tradisional seperti tifa, genderang, gong dan lain-lain. Irama yang dimainkan dalam pertunjukan Bambu Gila ini berawal dari irama pelan kemudian semakin cepat. Irama tersebut tentunya diatur agar terdapat klimaks pada akhir pertunjukan dan terlihat lebih atraktif.

Kostum Kesenian Bambu Gila

Kostum yang digunakan para pemain Bambu Gila biasanya merupakan pakaian yang bersifat adat. Para pemain biasanya tidak menggunakan baju, namun hanya menggunakan celana dan ikat kepala. Kostum tersebut biasanya didominasi oleh warna merah.

Perkembangan Kesenian Bambu Gila


Kesenian Bambu Gila ini masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Berbagai kreasi dan variasi juga sering ditambahkan pada setiap pertunjukannya agar terlihat menarik, namun tidak meninggalkan keaslian dan ciri khasnya. Kesenian Bambu Gila masih sering ditampilkan di berbagai acara, baik adat maupun hiburan. Selain itu kesenian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti festival budaya dan promosi pariwisata di Maluku.

Sekian pengenalan tentang “Bambu Gila Kesenian Tradisional Dari Maluku”. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia.

Tradisi Atraksi Pawai Tatung di Singkawang

Tradisi Atraksi Pawai Tatung di Singkawang - Menyaksikan atraksi yang satu ini sedikit memberikan sensasi ketegangan tersendiri. Ini merupakan parade atraksi kesaktian warga Dayak-Tiongkok dalam merayakan Cap Go Meh, perayaan yang dilakukan pasca hari raya imlek. Atraksi yang diberi nama pawai tatung ini mengikuti tradisi Tionghoa yang berbaur dengan budaya Dayak yang hanya bisa disaksikan di Singkawang, Kalimantan Barat.
Perayaan Cap Go Meh dirayakan hampir di seluruh dunia. Namun, Cap Go Meh di Singkawang memiliki perayaan yang sedikit berbeda dengan perayaan yang dilakukan di wilayah lain. Selain memiliki ciri khas budaya tradisi, aneka pertunjukan yang disajikan pada perayaan Cap Go Meh di Singkawang menyerap dan berasimilasi dengan budaya lokal. Seperti pertunjukan tatung misalnya yang menjadi salah satu bentuk asimilasi budaya di Singkawang. Tatung dalam bahasa Hakka berarti orang yang dirasuki roh, dewa, leluhur, atau kekuatan supranatural. Pawai tatung di Singkawang ini merupakan yang terbesar di dunia.

Sebelum Cap Go Meh berlangsung, terlihat satu persatu warga Tionghoa Singkawang bergantian bersembahyang di vihara. Ini dilakukan tepatnya 13-15 hari setelah tahun baru Imlek 2566. Para warga Tionghoa ini bersembahyang bukan tanpa maksud, karena hari itu disebut sebagai harimau putih, seraya berharap tidak terjadi hal-hal yang diinginkan. Saat waktu menjelang sore, banyak suhu atau pendeta yang keluar dan bersembahyang di vihara dengan tujuan meminta izin kepada para dewa, agar ritual tatung berjalan secara lancar dan terhindar dari hal-hal buruk saat festival berlangsung.
Upacara pemanggilan tatung dipimpin oleh seorang pendeta. Pemanggilan tatung ini dilakukan dengan mendatangkan roh orang yang sudah meninggal untuk merasuki tatung. “Roh-roh yang dipanggil diyakini sebagai roh-roh baik, yang mampu menangkal roh jahat yang hendak mengganggu keharmonisan hidup masyarakat. Roh baik terdiri dari roh pahlawan dalam legenda Tiongkok, seperti panglima perang, hakim, sastrawan, pangeran, pelacur yang sudah bertobat dan orang suci lainnya,” cerita Husada, Wakil Ketua Vihara Tri Dharma Bumi Raya Singkawang.

Menurut Husada, roh-roh yang dipanggil ini dapat merasuki siapa saja, tergantung apakah para pemeran tatung memenuhi syarat dalam tahapan yang ditentukan pendeta. Para tatung diwajibkan berpuasa selama tiga hari sebelum hari perayaan, dengan maksud mereka berada dalam keadaan suci sebelum perayaan. Tatung diyakini memiliki kekuatan supranatural, mampu melakukan pengobatan dan pengusiran unsur-unsur jahat (tolak bala).
Setelah sebelumnya diadakan pawai lampion, arak-arakan barongsai, dan pawai naga maka dua hari berikutnya dilakukan perayaan Cap Go Meh di Singkawang. Pada perayaan Cap Go Meh ini terdapat juga dominasi arak-arakan tatung dari vihara. Arak-arakan tatung dalam perayaan Cap Go Meh di Singkawang dilaksanakan setelah mendapat berkat dan restu dari Kelenteng atau vihara.

Upacara arak-arakan tatung dimulai dari altar vihara. Para suhu (pendeta) memberikan persembahan kepada Dewa To Pe Kong. Setelah minta diberkahi keselamatan, mereka kemudian memanggil roh, tubuh para tatung ini dirasuki roh agar menjadi kebal untuk kemudian diarak keliling kota, dengan dandanan pakaian mewakili kelompok masyarakat Tionghoa atau Dayak.

Diiringi genderang, peserta pawai mengenakan kostum gemerlap pakaian kebesaran Suku Dayak dan negeri Tiongkok di masa silam. Atraksi tatung dipenuhi dengan hal mistik dan menegangkan. Misalnya, ada tatung yang  berdiri tegak diatas tandu menginjakan kaki di sebilah mata pedang atau pisau. Ada pula yang menancapkan kawat-kawat baja runcing ke pipi kanan hingga menembus pipi kiri.
Para tatung ini melakukan atraksi mempertunjukkan kekebalan mereka, sesekali mereka harus minum arak, atau bahkan menghisap darah ayam yang secara khusus disiapkan sebagai ritual. Pecahan kaca diinjak, atau bahkan kaki para tatung menginjak bagian tajam dari sebilah pedang. Para tatung diarak dengan jalan kaki, namun sebagian lain berdiri diatas tahta yang dipanggul oleh 4 orang, layaknya pembesar dari negeri Tionghoa.

Menariknya, para Tatung itu sedikit pun tidak tergores atau terluka. Sambil memamerkan kekebalan tubuh dengan benda-benda tajam, tatung diarak berkeliling kota Singkawang. Rute yang di tempuh meliputi, Lapangan Kridasana menuju Jalan Pelita, kemudian mengarah ke Jalan Yohana Godan dan Jalan GM Situt. Perjalanan kemudian berlanjut ke Jembatan Pasar Ikan, mengarah ke Jalan Saad dan mengarah ke Jalan Setia Budi dan ke jalan Toko Obat 1001 dan ke Jalan Budi Utomo serta melewati Jembatan Rusen. Dari Jembatan Rusen, perjalanan mengarah ke Vihara Tri Dharma Bumi Raya dan ke Jalan Sejahtera. Setelah itu, pawai diarahkan menuju Jalan Kepol Mahmud dan berakhir di Muka Altar Lelang. Terakhir, mereka berkumpul untuk melakukan sembahyang bersama kepada Thian (Tuhan) di altar pusat perayaan Cap Go Meh di Singkawang. 

Asimilasi Budaya
Keberadaan tatung dalam jumlah besar merupakan fenomena budaya khas Kota Singkawang saat perayaan Cap Go Meh Singkawang. Sebagai pesta kebudayaan, pawai tatung memiliki sisi ritual religi yang cukup kental dan mencerminkan pembauran kepercayaan Taoisme kuno dengan animisme lokal yang hanya terdapat di Kota Singkawang.

Daerah Singkawang sendiri memiliki penduduk asli yakni Suku Dayak, Melayu yang berbaur dengan warga Tionghoa yang sudah lama tinggal di sana. Kesemuannya tidak beragama atau dikenal dengan animisme. Wilayah Singkawang awalnya merupakan bagian dari wilayah Sambas yang melingkupi Kota Singkawang, Kabupaten Sambas, dan Kabupaten Bengkayang. Sambas bermakna sam (tiga) bas (etnis), yang berarti penduduknya terdiri dari etnis Melayu Sambas, yang beragama Islam, peleburan dari berbagai suku atau etnis yaitu Melayu, campuran Tionghoa-Dayak Islam, Bugis, Jawa yang beragama Islam mengidentifikasi diri sebagai etnis Melayu.

Kedua etnis Tinghoa, yang beragama Samkaw (Tao, Buddha dan konfusius), Katolik, Protestan merupakan turunan Tionghoa perantauan, turunan campuran Tionghoa Dayak yang mengidentifikasi diri dalam etnis Tionghoa Indonesia. Ketiga, etnis Dayak, beragama Katolik, Protestan, Islam dan sebagian kecil animisme, mengidentifikasi diri dengan suku Dayak (penduduk asli Kalimantan).

Perayaan festival Cap Go Meh di Singkawang merupakan perayaan yang berasal dari Tiongkok yang sejak lebih dari 250 tahun dibawa dan dirayakan di Sambas oleh orang Tionghoa Singkawang. Kemudian perayaan ini beradaptasi dan berasimilasi dengan budaya, tradisi, dan ritual tradisional animisme setempat. Festival Cap Go Meh merupakan pesta rakyat terbesar di dunia dengan fenomena kearifan lokal yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata di tanah air.

Tradisi Ritual bakar Tongkang di Riau

Tradisi Ritual bakar Tongkang di Riau - Ritual bakar tongkang yang diselenggarakan warga etnis tonghoa di Bagansiapiapi, Provinsi Riau, setiap bulan Juni, menurut warga disana memiliki makna tersendiri.

Para leluhur yang menemukan Bagansiapiapi bertekad untuk tidak kembali ketempat asal dengan membakar kapal tongkang yang mereka gunakan untuk tinggal selamanya di Bagansiapiapi. Makna dari pembakaran kapal adalah upacara peringatan atas dewa laut Ki Ong Yan dan Tai Su Ong yang merupakan sumber dua sisi, antara baik dan buruk, suka dan duka, serta rejeki dan malapetaka.

“Dari kepercayaan etnis Tionghua Bagansiapiapi bahwa dewa telah membawa para lelulur dengan selamat hingga sampai dan menetap di Kota Bagansiapiapi, akibat terjadinya perang saudara di Tiongkok beberapa ratus tahun lalu,” ujar Ketua Bakar Tongkang, Jonatan, Senin, di Bagansiapiapi.

Menurutnya, inti terpenting dalam peringatan bakar tongkang yakni suksesnya para leluhur membawa keluarga mereka menetap di daerah perantauan sampai saat ini. Dia juga mengatakan, bakar tongkang atau dalam istilah Tionghua dengan sebutan `go ge cap lak` dapat diartikan dengan 15-16 bulan 5 penangalan Imlek. Atas dasar itu tradisi bakar tongkang wajib dan harus dilaksanakan setiap tahunnya.

Manfaat yang didapat warga Tionghoa dalam perayaan ini menurutnya adalah kesuksesan dalam meniti hidup dan kehidupan. Dalam kepercayaan yang dianut jika acaranya tidak diikuti maka hidup seperti kekurangan tanpa arah serta tujuan, selain itu kesuskesan yang diraih tidak akan ada artinya.

“Bagi warga Tionghoa asal Bagansiapiapi yang sukses diperantauan tetap akan datang menyaksikan ritual leluhur ini. Sebab kegiatan ini menjadi kepuasan tersendiri bagi yang memaknainya,” tambah Sekretaris Panitia ritual bakar tongkang, Shanty, yang mendampingi Jonatan.

Terlaksannya kegiatan ritual tahunan ini menurutnya juga atas sumbangsih para donatur, sebab ritual ini banyak menelan biaya yang jumlahnya cukup besar terutama donatur dari luar daerah seperti Amerika, Inggris, Malaysia, Singapura, Taiwan dan Jakarta.

Sekian dulu artikel kali ini, semoga bisa menambah wawasan atau pengetahuan anda saat ini, kunjungin terus ya Tradisi Unik di Indonesia, ada yang lebih unik lagi dari pada yang lain,,

Tradisi unik Adu Betis Sulawesi Tengah

Tradisi unik Adu Betis Sulawesi Tengah - Adu Betis atau dikenal dengan sebutan Mappalanca memang sebuah permainan rakyat yang telah menjadi tradisi turun temurun masyarakat Sulawesi Selatan tepatnya di Moncongloe, Kabupaten Maros setiap masa panen tiba. Tradisi adu betis memang tradisi yang menarik untuk disaksikan. Setiap pria saling unjuk kekuatan dengan mengadu betis mereka. Baik tua maupun muda ikut berpartisipasi dalam tradisi ini. Sorak-sorai penonton semakin memeriahkan suasana kegembiraan pasca panen ini.

Uniknya, tradisi ini diadakan di tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat. Sebuah pemakaman keramat yang letaknya agak jauh dari pemukiman penduduk dijadikan lokasi dilaksanakannya tradisi ini. Makam yang terletak di sebuah bangunan dan ditumbuhi pohon-pohon ini dipercaya sebagai makam Gallarang Monconloe yakni leluhur desa sekaligus paman dari Raja Gowa Sultan Alaudin.

Tradisi adu betis biasa dilakukan pada Agustus bertepatan dengan masa panen dan pesta tahunan Agustusan (Perayaan Hut Kemerdekaan RI). Pada dasarnya, tradisi ini menjadi bagian dari serangkaian pesta tahunan untuk merayakan masa panen. Dalam tradisi ini juga terdapat upacara tumbuk padi (akdengka ase lolo) dan sepak takraw (paraga).

Pesta Tahunan ini merupakan acara akbar. Oleh karenanya pelaksanaannya pun diorganisir oleh sebuah kepanitiaan dengan melibatkan seluruh penduduk. Pendanaan pun dilakukan secara bergotong royong dengan mengumpulkan gabah dan uang. Hal ini juga menjadi cerminan dari nilai-nilai bangsa Indonesia.

Adu betis dimulai secara berkelompok. Para pria membentuk sebuah lingkaran besar, sementara para penonton menyaksikan di tepian arena. Setelah aba-aba diberikan, para pria tadi saling menendangkan betis mereka sebagai bentuk adu kekuatan. Tidak ada pemenang dalam tradisi ini. Nilai patriotisme serta kebersamaan lebih ditonjolkan dalam adu betis ini.

Adu betis merupakan salah satu dari beragam kebudayaan Indonesia yang terbilang unik. Selain keunikannya, tradisi adu betis terus dilaksanakan dari tahun ke tahun demi mempertahankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai kebersamaan, solidaritas dan patriotisme merupakan kearifan lokal yang berusaha dipertahankan melalui tradisi adu betis ini.

Selasa, 27 September 2016

Tradisi unik sambut bulan suci Ramadan mandi Balimau di Kampar, Provinsi Riau

Tradisi unik sambut bulan suci Ramadan mandi Balimau di Kampar, Provinsi Riau - Balimau Kasai adalah sebuah upacara tradisional yang istimewa bagi masyarakat Kampar di Provinsi Riau untuk menyambut bulan suci Ramadan. Acara ini biasanya dilaksanakan sehari menjelang masuknya bulan puasa. Upacara tradisional ini selain sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan memasuki bulan puasa, juga merupakan simbol penyucian dan pembersihan diri. Balimau sendiri bermakna mandi dengan menggunakan air yang dicampur jeruk yang oleh masyarakat setempat disebut limau. Jeruk yang biasa digunakan adalah jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk kapas.

Sedangkan kasai adalah wangi- wangian yang dipakai saat berkeramas. Bagi masyarakat Kampar, pengharum rambut ini (kasai) dipercayai dapat mengusir segala macam rasa dengki yang ada dalam kepala, sebelum memasuki bulan puasa.

Sebenarnya upacara bersih diri atau mandi menjelang masuk bulan Ramadan tidak hanya dimiliki masyarakat Kampar saja. Kalau di Kampar upacara ini sering dikenal dengan nama Balimau Kasai, maka di Kota Pelalawan lebih dikenal dengan nama Balimau Kasai Potang Mamogang. Di Sumatera Barat juga dikenal istilah yang hampir mirip, yakni Mandi Balimau. Khusus untuk Kota Pelalawan, tambahan kata potang mamogong mempunyai arti menjelang petang karena menunjuk waktu pelaksanaan acara tersebut.

Tradisi Balimau Kasai di Kampar, konon telah berlangsung berabad- abad lamanya sejak daerah ini masih di bawah kekuasaan kerajaan. Upacara untuk menyambut kedatangan bulan Ramadan ini dipercayai bermula dari kebiasaan Raja Pelalawan. Namun ada juga anggapan lain yang mengatakan bahwa upacara tradisional ini berasal dari Sumatera Barat. Bagi masyarakat Kampar sendiri upacara Balimau Kasai dianggap sebagai tradisi campuran Hindu- Islam yang telah ada sejak Kerajaan Muara Takus berkuasa.

Keistimewaan Balimau Kasai merupakan acara adat yang mengandung nilai sakral yang khas. Wisatawan yang mengikuti acara ini bisa menyaksikan masyarakat Kampar dan sekitarnya berbondong-bondong menuju pinggir sungai (Sungai Kampar) untuk melakukan ritual mandi bersama. Sebelum masyarakat menceburkan diri ke sungai, ritual mandi ini dimulai dengan makan bersama yang oleh masyarakat sering disebut makan majamba.

Senin, 26 September 2016

Tradisi kerik gigi supaya terlihat cantik di Mentawai

Tradisi kerik gigi supaya terlihat cantik di Mentawai – Bangsa Indonesia memang pantas dikenal sebagai Negara yang memilki keanekaragaman suku dan budayanya yang terkenal hingga mendunia. ditambah lagi dengan kearaifan lokal masyarakatnya dan keramahan tamahan yang dimiliki. dengan keberagaman suku dan budayanya di indonesia, tak salah jika banyak tercipta tradisi-tradisi unik yang tidak kita temukan dibelahan bumi manapun. bahkan siapapun yang melihatnya akan dibuat kagum dan akan berkata Indonesia adalah negara yang kaya. 

Banyak masyarakat kita yang masih melestarikan tradisi yang sudah ada sejak nenek moyang dan mempertahankannya hingga sekarang. bahkan beberapa ritual unik yang ada di negara kita ini menjadi salah satu Warisan Dunia yang diakui Unesco. dari berbagai tradisi dan ritual-ritual unik  masyarakat indonesia, salah satunya adalah Tradisi Kerik Gigi yang dimiliki Suku Mentawai di Sumatera Barat.

Mendengar kata Kerik Gigi saja sudah membuat kita merinding mendengarnya, namun inilah yang dilakukan oleh wanita-wanita di Suku Mentawai. Mereka wajib melakukan tradisi yang sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka sebagai simbol mencapai kedewasaan seorang wanita. jika dilihat dari namanya sebenarnya tradisi ini  hampir mirip dengan tradisi Potong Gigi yang dimilki masyarakat Bali. namun terdapat perbedaan makna didalamnya, jika masyarakat bali melakukan ritual ini bertujuan untuk mengendalikan 6 sifat buruk yang ada didalam diri manusia yang dikenal juga dengan Sad Ripu,

Sedangkan Suku Mentawai melakukan ritual ini dengan tujuan agar terlihat cantik dan menarik bagi kaum pria disekitarnya. karena menurut kepercayaan mereka bila wanita yang beranjak dewasa akan lebih terlihat cantik jika memilki bentuk gigi yang runcing. selain bertujuan agar terlihat cantik tradisi ini juga bertujuan untuk memberi kedamaian jiwa si wanita. masyarakat suku mentawai percaya jika mereka sudah melaksanakan ritual ini jiwa mereka akan dipenuhi kebahagiaan dan kedamaian jiwa.
 
Prosesi Kerik Gigi sendiri memang sangat menyakitkan, karena para ketua adat melakukannya tanpa melalui tahap pembiusan atau (anastesi) bahkan alat yang dipakai untuk ritual ini tanpa melalui proses sterlisasi. biasanya kerik gigi dilakukan dengan menggunakan sebuah alat yang terbuat dari besi atau kayu yang sudah mereka asah hingga tajam. proses ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar lho, hanya untuk meruncingkan seluruh gigi mereka. dan gigi akan dibentuk meruncing tajam sehingga akan terlihat seperti gigi drakula, saat itulah mereka akan terlihat cantik dan menarik bagi para kaum pria suku mentawai.

Wah ga kebayang ya rasanya hanya demi sebuah kecantikan, para wanita suku mentawai rela menahan rasa sakitnya. namun inilah Tradisi yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak hanya kekayaan alamnya saja yang terkenal, tapi juga keanekaragaman budaya yang juga dimilki. oleh karena itu kita sebagai penerus bangsa, kita wajib melestarikannya agar anak cucu kita esok tetap bisa melihatnya dikemudian hari